Pagi itu hujan tumpah. Suasana yang biasanya senyap menjadi sedikit semarak. Ternyata, meski tak banyak yang tahu, suara hujan laksana orkestra alam. Hantaman butir-butir air pada genteng, seng, kaleng, kerikil, kubangan tak ubahnya pukulan-pukulan perkusi, menghasilkan irama yang absurd. Lalu secara misterius, irama itu merayu, menarikku keluar dari keteduhan, membubarkan jarak antara aku dan hujan, kubuka tangan, dan tatkala air-air itu terjun menerjang, terjadilah puisi kecil ini.
Derai-surai hujan jatuh
di sepotong pagi
berinai-rinai
tipis bukan gerimis
kelabu namun syahdu
"Musim hujan, rupanya,
datang lebih awal,"
gumam seorang lelaki
yang merenung di bawah daun pisang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar