Yang
terhormat Bapak/Ibu dewan juri; Yang saya hormati Bapak/Ibu pembina ataupun
pendamping yang turut hadir di sini; Begitu pula teman-teman dan hadirin semua
yang saya cintai. Om swastiastu. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita
semua.
Pertama-tama,
marilah kita panjatkan puja dan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya kita dapat berkumpul di tempat ini dengan sehat
sentosa dan hati penuh bahagia.
Sebelum
saya melanjutkan pidato ini, izinkan saya memperkenalkan diri. Karena seperti
kata pepatah: tak kenal maka kenalanlah. Nama saya I Komang Ari Kencana. Saya adalah
siswa kelas IX SMP PGRI 2 Denpasar. Pada pagi hari yang berbahagia ini saya akan
menyampaikan sebuah pidato yang berjudul “Menjadi Pahlawan Lingkungan bagi Bali”.
Hadirin yang saya banggakan. Tujuan saya berpidato
pada pagi hari ini adalah untuk mengajak dan juga untuk mengimbau masyarakat,
khususnya generasi muda Bali, agar bisa meneruskan apa yang sudah dilakukan
oleh para pahlawan terdahulu, yang berjuang hingga mengorbankan jiwa dan raga
demi kemerdekaan bangsa kita Indonesia. Saya ingin mengajak para generasi muda
Bali untuk menjadi pahlawan yang berjuang menyelamatkan alam Bali.
Hadirin,
Saya akan mulai dari kata pahlawan. Apa itu
pahlawan? Secara umum, pahlawan berarti orang yang berjasa bagi orang banyak,
orang yang berkontribusi besar bagi orang lain. Dalam konteks kenegaraan dan
kebangsaan, pahlawan dapat diartikan sebagai orang yang berjuang demi membela
kedaulatan bangsa dan negaranya. Ada juga yang mengatakan pahlawan berasal dari
akar kata ‘pahala’ dan mendapat akhiran ‘wan’ sehingga menjadi ‘pahalawan’ yang
berarti orang yang berhak mendapat pahala karena jasa-jasanya berjuang untuk
orang banyak. Bagi saya, apapun pengertiannya, seorang pahlawan pastilah
berjuang karena ia cinta kepada rakyat, negeri dan tanah tumpah darahnya.
Pahlawan adalah sosok yang patut kita teladani.
Para hadirin yang berbahagia,
Berbicara tentang pahlawan saya menjadi teringat
akan peristiwa yang terjadi pada 20 September 1906 silam, yaitu Perang Puputan
Badung. Kala itu, Raja Badung I Gusti Ngurah Made Agung bersama seluruh rakyat
dengan teguh membela kedaulatan kerajaan, nindihin gumi lan swadharmaning
negara, melawan penjajah Belanda. Meski hanya bersenjatakan tombak, keris, dan
bambu runcing, mereka tidak gentar melakukan puputan alias perang habis-habisan
hingga tetes darah penghabisan.
Selain I Gusti Ngurah Made Agung, kita juga punya
pahlawan seorang jenderal gagah perwira bernama I Gusti Ngurah Rai. Perjuangan
beliau melawan penjajah Belanda tidak usah diragukan lagi. Dalam keadaan sakit
pun beliau masih terus berperang bersama pasukannya yang dikenal dengan nama Pasukan
Ciung Wanara. Hingga terjadi peristiwa Puputan Margarana pada 20 November 1946.
Meski akhirnya gugur di medan pertempuran, nama beliau masih terus dikenang
hingga kini.
Masih banyak pahlawan Bali yang patut kita teladani
dan kita tiru. Ada I Gusti Jelantik dari Karangasem, juga Dewa Agung Istri
Kania yang memimpin perlawanan rakyat Klungkung melawan penjajah Belanda di
Desa Kusamba.
Pertanyaannya sekarang, sebagai generasi muda Bali, bisakah
kita menjadi pahlawan? Apa yang bisa kita lakukan agar bisa menjadi seperti
pahlawan-pahlawan tadi? Apa yang bisa kita perbuat untuk menunjukkan bahwa kita
cinta terhadap negeri ini? Jawabannya: banyak! Ada banyak hal yang bisa kita
lakukan sebagai bukti kita cinta negeri ini. Salah satunya adalah menjadi
pahlawan lingkungan yang berjuang menyelamatkan alam Bali.
Seperti yang kita ketahui bersama, Bali saat ini
tidak lagi dijajah oleh Belanda, alam Bali kini justru dijajah oleh benda mati
bernama plastik. Setiap hari, di setiap kegiatan, kita selalu menggunakan benda
berbahan plastik, seperti botol air kemasan, pipet, ataupun kresek. Mirisnya,
benda-benda tersebut hanya dipakai sekali lalu dibuang dan menjadi sampah.
Kepraktisannya membuat kita lengah. Lalu tanpa kita sadari, plastik sudah
mengepung alam kita. Sungai-sungai, taman, jalan, semua dipenuhi sampah
plastik.
Di balik kepraktisannya, plastik ternyata menyimpan
banyak bahaya. Baru-baru ini ada kabar menyedihkan seekor ikan paus sperma
tewas di perairan Wakatobi dengan 5,9 kg plastik di perutnya. Ada juga berita
tentang seekor kura-kura yang tidak bisa berenang karena tubuhnya terjerat
plastik. Plastik membutuhkan waktu 2000 tahun bahkan lebih untuk dapat terurai.
Plastik yang lama terurai dapat mengurangi kesuburan tanah dan memperburuk
kualitas air. Membuang sampah plastik tidak pada tempatnya juga dapat menyumbat
saluran air sehingga menyebabkan banjir. Apakah kita akan terus membiarkan alam
kita rusak karena sampah plastik? Belum lagi sampah plastik yang berserakan di
jalan-jalan. Kita tentu tidak ingin Bali dikenal oleh dunia sebagai pulau yang
kumuh.
Selain sampah plastik, bahaya lain yang mengintai
alam Bali adalah krisis air bersih. Menurut kajian Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup (PPLH) Universitas Udayana, pada tahun 2025 mendatang, Bali diperkirakan
akan kehabisan air tawar akibat tidak adanya air tanah dan menyebabkan air laut
menembus lapisan air tanah atau sering disebut intrusi. Ketiadaan air tanah
disebabkan oleh kurangnya ruang terbuka hijau dan meningkatnya kebutuhan air
karena pesatnya perkembangan pariwisata. Persoalan air bersih ini jika tidak
ditangani akan menjadi bom di kemudian hari. Apa jadinya nasib petani di Bali
jika tidak ada air?
Baiklah hadirin, setelah semua paparan tadi, saya
ingin mengajak hadirin untuk bertindak sekarang juga. Marilah kita selamatkan
alam Bali dengan menjadi pahlawan lingkungan. Jangan biarkan Bali menjadi surga
yang terancam.
Untuk mengurangi timbulan sampah plastik, ada
beberapa hal sederhana yang bisa kita lakukan, seperti membawa tas belanja sendiri,
membawa tumbler atau botol minum
sendiri, gunakan kotak bekal untuk membungkus makanan, berhenti menggunakan
sedotan, sendok, dan garpu plastik sekali pakai, memafaatkan kembali sampah
plastik atau melakukan daur ulang.
Sementara untuk menyelamatkan air, sebagai siswa,
cara sederhana yang bisa kita lakukan adalah menanam pohon, tidak menebang
pohon sembarang, menggunaan air dengan hemat dan efisien, serta membuat sumur
resapan atau biopori di rumah. Dengan melakukan semua hal tersebut, kita sudah menjadi
pahlawan karena kita sudah berjuang menyelamatkan lingkungan yang kita tempati
bersama. Kita sudah berjuang melestarikan lingkungan sehingga dapat diwariskan
dan dinikmati oleh anak cucu kita kelak nanti. Mulailah dari diri sendiri dulu.
Setelah itu, baru tularkan ke orang di sekitar kita.
Hadirin sekalian yang saya banggakan, demikianlah
pidato yang dapat saya sampaikan. Terima kasih atas perhatian hadirin. Terima
kasih juga saya ucapkan untuk Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Denpasar atas upayanya
menumbuhkan semangat kepahlawanan sekaligus menumbuhkan minat baca dengan mengadakan
lomba pidato bertema kepahlawanan ini. Akhir kata, saya tutup pidato ini dengan
pantun. Jika ada jarum yang patah, jangan disimpan di dalam peti, jika ada kata
yang salah jangan disimpan di dalam hati. Klungkung-Semarapura, kirang langkung
nunas geng sinampura. Om Shanti, Shanti, Shanti, Om. Selamat pagi, salam
sejahtera.